Kapuspenkum Kejagung: Pengendalian Sidang Ada Pada Hakim

perkara dalam persidangan

topmetro.news – Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono menegaskan, terkait teknis penanganan perkara dalam persidangan adalah hal yang biasa jika terjadi permasalahan. Misalnya terdakwa atau saksinya tidak bisa hadir di persidangan dan seterusnya.

Ketika perkaranya digelar di persidangan, maka kewenangan maupun pengendalian ada di tangan majelis hakim untuk menetapkan acara sidang berikutnya.

Penegasan itu disampaikan Hari Setiyono ketika dikonfirmasi via pesan WhatsApp (WA), Minggu (7/6/2020), seputar ‘perseteruan’ sengit penasihat hukum (PH) dr Benny Hermanto, terdakwa penipuan dan penggelapan dengan JPU dari Kejari Medan.

Oknum JPU berinisial JS tersebut sudah dua kali diadukan PH terdakwa, Muara Karta Simatupang ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM Was) Kejagung. Oknum JPU itu dinilai membangkang perintah majelis hakim yang menetapkan jadwal persidangan secara teleconference (online).

“Oleh karena itu marilah kita dudukan permasalahan ini dengan fakta persidangan. Apa perintah Ketua Majelis Hakim pada sidang kemarin? Itulah yang harus dilaksanakan JPU,” tegasnya.

Persiapan Persidangan

Bila memang ketua majelis hakim menetapkan persidangan dilanjutkan secara teleconference (online), imbuhnya, otomatis membutuhkan perangkat teknologi. Serta perlu dipersiapkan dengan baik menyangkut kesiapan institusi terkait.

Karena pada hari yang sama barangkali ada sidang online lainnya. Oleh karena itu perlu dicek sumber permasalahannya. Belum lagi dalam keadaan sekarang dan melihat umur terdakwa yang menurut berita tersebut berusia 66 tahun dalam keadaan sakit.

Menurut mantan Wakajati Sumsel tersebut, biasanya pada awal sidang ketua majelis hakim menanyakan keadaan terdakwa, Jika sakit biasanya ketua majelis hakim akan menunda persidangan.

Ketika dicecar tentang ‘nasib’ pengaduan PH terdakwa ke JAM Was Kejagung tersebut, timpalnya, harus didengarkan kedua belah pihak apa permasalahan yang sebenarnya terjadi dan ada mekanisme persidangan.

“Mari kita kawal sidang tersebut. Kalau menyangkut teknis penanganan perkara maka ranahnya ada di pengendali penanganan perkara Kasi Pidum, Kajari, Aspidum, Wakajati/Kajati. Tapi kalau terkait perbuatan tercela oleh JPU misalnya, maka ranahnya pengawasan,” pungkasnya.

Penetapan Hakim

Dilansir sebelumnya, Muara Karta selaku PH terdakwa dr Benny telah dua kali mengadukan oknum JPU dari Kejari Medan berinisial JS ke JAM Was Kejagung. Hal itu karena oknum JPU tidak kunjung melaksanakan perintah majelis hakim diketuai Tengku Oyong yang telah mengeluarkan penetapan agar persidangan dilanjutkan secara teleconference (online).

Oknum JPU bersama rekannya berinisial AS dinilai berpotensi membangkang produk hukum. Di antaranya Pasal 30 Ayat (1) Huruf b UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang mewajibkan penuntut umum untuk menjalankan penetapan hakim. Maupun Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2020 jo. SEMA No. 2 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Aksi Spontanitas

Sebelumnya Kajari Medan Dwi Setyo Budi Utomo menegaskan, tindakan anggotanya yang melakukan ‘walk out’ (WO) dari Ruang Cakra 3 PN Medan, Selasa (19/5/2020) lalu, merupakan aksi spontanitas. Hal itu disebabkan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAPid) tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

Bukan merupakan tindakan pembangkangan seperti yang dilaporkan PH terdakwa dr Benny ke JAM Was Kejagung beberapa waktu lalu. Selain itu, alasan PH terdakwa dinilai absurd dan naif. Di satu sisi kliennya disebutkan sakit, namun meminta persidangan dilanjutkan.

“Di KUHAPidana tegas disebutkan terdakwa harus dihadirkan di persidangan. Terdakwa ketika mengajukan penangguhan penahanan juga berjanji tidak akan mempersulit jalannya persidangan. Dalam kasus ini siapa sebenarnya yang tidak profesional,” pungkas Dwi Setyo.

Terdakwa dr Benny Hermanto, selaku Direktur PT Sari Opal Nutriton (SON) dijerat pidana penipuan dan penggelapan terkait bisnis jual beli biji kopi. Surya Pranoto, selaku Direktur PT Opal Coffee Indonesia (OCI) merasa dirugikan karena baru dua dari 15 invoice dibayarkan.

Sementara di persidangan terdakwa membantah dakwaan tersebut. Terdakwa bukannya tidak mau membayar namun menunda pembayaran bibit kopi yang telah diterima perusahaannya.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment